6 Tahun Tribun Medan: Hak Koreksi dan Hak Jawab, Langkah Tepat Jika Anda Dirugikan Akibat Pemberitaan Media (1)

29-september-2016-jika-anda-dirugikan-karena-pemberitaan-media

PERMINTAAN hak jawab yang disampaikan PT Unitwin Indonesia di Deliserdang, Sumut tertanggal 27 Agustus 2014 terkait pemberitaan di harian Tribun Medan tanggal 22 Agustus 2014 halaman 14 yang berjudul “Tunggak Kebersihan Listrik Diputus”. (FOTO: TRULY OKTO PURBA)

FAKTA menunjukkan bahwa baik surat kabar nasional maupun lokal yang telah diakui integritasnya masih sering melakukan kesalahan jurnalistik. Akibat dari kesalahan ini adalah munculnya protes dari narasumber yang bersangkutan.

Perusahaan pers seperti media cetak, katakanlah PT Harian Tribun Medan contoh produk akhirnya adalah koran harian Tribun Medan yang berisi pemberitaan. Hasil akhir pemberitaan bisa dua kemungkinan yakni tidak bermasalah dan atau bermasalah. Kalau tidak bermasalah, tentu saja tidak mengundang protes dan bisa dilupakan sesegera mungkin. Tapi kalau bermasalah, tentu saja harus diselesaikan secepatnya..

Cara untuk mengatasi permasalahan jika pembaca dan narasumber merasa dirugikan karena pemberitaan adalah menggunakan Hak Jawab dan hak Koreksi. Sesuai dengan UU Pers No 40 tahun 1999 pasal 5 ayat 2 dan 3 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) tahun 2006 pasal 10 dan 11, jika melakukan kesalahan pemberitaan, maka redaksi surat kabar yang bersangkutan wajib melayani Hak Jawab atau Hak Koreksi pembaca.

Pasal 10 KEJ 2006 menyebutkan ”wartawan Indonesia segera mencabut,    meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa” dan pada pasal 11 KEJ 2006 disebutkan bahwa “Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional”. Sedangkan dalam UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa “Pers wajib melayani hak jawab” dan ayat (3) disebutkan bahwa “pers wajib melayani hak koreksi”

Kewajiban pers tertinggi adalah kewajiban koreksi jika terjadi kesalahan. Koreksi dilakukan untuk kesalahan fakta atau data yang tidak terlalu signifikan dan secara keseluruhan tidak mengurangi arti penting karya jurnalistik terkait.

Koreksi idealnya dilakukan oleh pihak redaksi media segera setelah mengetahui adanya kesalahan, tidak harus menunggu ada pihak atau pembaca yang bereaksi. Jika wartawan menemukan kesalahannya, maka ia wajib melakukan koreksi.

Hak koreksi merujuk pada kekeliruan informasi atau fakta yang disajikan oleh pers, dan untuk melakukan koreksi bisa dilakukan siapa saja, tidak harus pihak yang terkait dengan materi informasi. Misalnya keliru menyebut nama tempat, tanggal terjadinya suatu peristiwa, dan nama orang yang terlibat di dalamnya. Pembaca media bisa melakukan koreksi jika ada kesalahan atau kekeliruan tulisan dalam pers.

Sedangkan Hak Jawab didefinisikan dalam UU Pers sebagai hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan menyangkut fakta atau opini yang bersifat sepihak dan tidak akurat.

Hak jawab biasanya digunakan untuk kasus kekurangan/kelemahan berita yang bersifat cukup fatal dampaknya, seperti untuk koreksi data, kelengkapan fakta, tambahan penjelasan, melengkapi berita sepihak, mempersoalkan akurasi, atau meluruskan opini dan persepsi yang dinilai salah.

29-september-2016-jika-anda-dirugikan-karena-pemberitaan-media-1

PERMINTAAN hak jawab yang disampaikan pegawai Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Pematangsiantar, Sumut, Madyawati Simanjuntak tertanggal 4 Mei 2015, terkait pemberitaan di harian Tribun Medan tanggal 24 April 2015 halaman 16 yang berjudul “Tong Sampah Mangkrak di BLH”. (FOTO: TRULY OKTO PURBA)

Dengan menanggapi, meluruskan, atau melengkapi informasi dan opini berita yang tidak akurat, diharapkan berita yang bersangkutan menjadi seimbang. Hak jawab umumnya adalah wilayah Kode Etik bukan wilayah hukum. Lazimnya redaksi media wajib menyediakan ruang untuk hak jawab, meskipun sifatnya prerogatif redaksi.

Jika hak jawab ditulis secara proporsional panjangnya dan ditulis dengan bahasa yang cukup baik, sebaiknya dimuat secara utuh. Dalam kasus yang fatal, karena kelalaian media yang memang merugikan seseorang, hak jawab bisa dimuat pada halaman tempat berita sehari sebelumnya dimuat (untuk koran harian). Dalam beberapa kasus, hal itu biasanya didahului dengan negosiasi atau somasi.

Pelayanan atas hak jawab tidak menutup peluang untuk menuntut melalui proses hukum. Banyak kasus sengketa pemberitaan tidak melalui proses hak jawab, melainkan langsung menuntut ke pengadilan. Karena itu, ada pengamat hukum pers yang berpendapat, jika media telah memuat hak jawab, seharusnya tidak boleh lagi membawa kasus itu ke Pengadilan.

Dalam UU Pers, soal hak jawab ini diatur, namun tidak dijelaskan secara rinci soal hak dan kewajiban media setelah memberikan hak jawab. Ada usulan, setidaknya, dalam penjelasan disebutkan bahwa penggunaan hak jawab menjadi pertimbangan hakim untuk “meringankan” dalam memeriksa perkara berita yang diajukan ke pengadilan. Dalam UU Pers tidak diatur adanya “kompensasi” bagi media yang telah melayani hak jawab. Jadi, jika media sudah memuat hak jawab, tetap saja dituntut ke pengadilan, membuat media juga tidak merasa perlu melayani hak jawab dengan semestinya.

Tribun Medan sebagai salah satu koran lokal terkemuka di Sumatera Utara juga tak luput dari kesalahan-kesalahan pemberitaan yang merugikan pembaca dan narasumber. Sejak terbit pertama kali pada tanggal 27 September 2010 hingga saat ini, sudah beberapa kali Tribun Medan menerbitkan koreksi (hak koreksi) atas kesalahan pemberitaan. Tribun Medan juga menerbitkan hak jawab dari narasumber/pembaca yang merasa dirugikan karena pemberitaan.

Kenapa Tribun Medan menerbitkan hak koreksi dan hak jawab ini? Sederhana saja. Semata-mata sebagai bentuk tanggungjawab Tribun Medan sebagai media yang berintegritas dan mengakui kesalahan yang telah diperbuat. Pers yang beretika bukanlah pers yang tidak pernah salah, tetapi juga pers yang jujur mengakui kesalahan.(*/bersambung)

Tinggalkan komentar