Lubang Godaan Itu Bernama Bansos

20 Januari-Lubang Godaan Itu Bernama Bansos-indonesia kini co

ILUSTRASI bantuan sosial (Foto: indonesia.kini.co)

SEPANJANG tahun 2013, Provinsi Sumut dihebohkan dengan terbongkarnya beberapa kasus korupsi yang terjadi di berbagai kabupaten dan kota. Masyarakat dibuat terkaget-kaget dengan kasus yang melibatkan sejumlah beberapa kepala daerah (Bupati dan Wali Kota), anggota DPRD, pegawai negeri sipil hingga aktivis LSM.

Berdasarkan data Pengadilan Negeri Medan hingga tanggal 19 Desember 2013 perkara yang disidangkan berjumlah 122 perkara. Sekitar 56 di antaranya telah diputus dan sedang menjalani proses kasasi, banding ada 20 kasus dan Peninjauan Kembali (PK) tidak ada.

Pengadilan Tipikor Medan menyidangkan kasus dugaan korupsi yang dilimpahkan oleh Kejaksaan Negeri dari seluruh Sumut dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Hampir semua terdakwa diputus bersalah oleh hakim Pengadilan Tipikor Medan, kecuali Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang dinyatakan tidak bersalah dalam perkara dugaan korupsi dana Tunjangan Pendapatan Aparatur Daerah Tapanuli Selatan tahun 2005.

Dari berbagai kasus korupsi yang terjadi di Sumut, kasus korupsi Bansos Pemprov Sumut tergolong paling heboh sepanjang tahun 2012 hingga 2013. Kasus ini mengungkap fakta ke publik bahwa pos bantuan sosial merupakan lahan empuk untuk dikorupsi.

Sejumlah pejabat yang terlibat dan sudah dihukum dalam kasus ini adalah: Oloan Bangun, mantan Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumut dihukum 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan, Umi Kalsum selalu mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu Biro Perekonomian Setdaprov Sumut dihukum 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan, Imom Saleh dan Aidil Agus, aktivis di berbagai ormas dan LSM dihukum masing-masing penjara 4 tahun dan denda Rp 200 juta. Imom dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara Rp 1,044 miliar dan Aidil sebanyak Rp 1,138 miliar.

Selanjutnya ada Sakhira Zandi selaku mantan Kepala Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Sekretariat Provinsi Sumut yang dihukum penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan, Raja Anita Elisyia, mantan staf di Biro Keuangan Pemprov Sumut yang dihukum dua tahun enam bulan, denda Rp 50 juta, dan kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 90 juta. Ada juga mantan Bendahara Biro Umum Pemprov Sumut Lisanuddin yang dihukum 12 bulan penjara, denda sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan dan Ridwan Panjaitan selaku Asisten pribadi Gubernur Gatot Pujo Nugroho yang divonis tiga tahun sepuluh bulan, denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Sejumlah pihak menilai penanganan kasus korupsi dana Bansos masih setengah hati. Kejaksaan tidak mengusut tuntas ke akar-akarnya karena hanya menyentuh orang-orang di eksekutif. Padahal, seperti pengakuan para terdakwa di persidangan, oknum-oknum di DPRD Sumut banyak yang terlibat dalam korupsi dana Bansos ini. Jika tidak ada pengawasan yang ketat dan hukuman yang membuat jera, diprediksi Dana Bansos masih menjadi lubang godaan bagi para pejabat, PNS dan aktivis LSM untuk dikorupsi.

Selain kasus dana bansos, kasus korupsi alat kesehatan (alkes) yang merugikan Negara hingga miliaran rupiah ini akan menjadi warna dominan penegakan hukum di Sumut pada tahun 2014. Kasus korupsi alkes inipun terjadi di beberapa daerah dan pelaku yang beragam pula. Di Toba Samosir, kasus ini mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir dr Haposan Siahaan. Negara diperkirakan rugi Rp 12 miliar karena pengadaan alkes yang tidak sesuai kontrak dan nilai proyeknya digelembungkan ini. Saat ini kasus sudah disidangkan di Pengadilan Tipikor Medan. Haposan juga telah divonis bersalah pada kasus lain (gratifikasi) dan dihukum dua tahun dan denda Rp 50 juta.

Kemudian Padanglawas Utara, proyek pengadaan alkes senilai senilai Rp10 miliar tahun anggaran 2012 di RSUD Gunung Tua. Tiga pejabat rumah sakit dan satu rekanan telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejati.

Di Medan, Kejati Sumut mengendus korupsi pada pengadaan alkes di RSUP Adam Malik senilai Rp 45 miliar. Tersangkanya adalah mantan Direktur Utama RSUP H Adam Malik Medan Azwan Hakmi Lubis (AHL), Hasan Basri yang menjabat Kabag Hukum dan Organisasi RSUP H Adam Malik Medan selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Marwanto Lingga selaku Ketua Panitia Pengadaan Alat Kesehatan Tahun 2010 dan KRRS (inisial) selaku Direktur PT NBP yang merupakan rekanan.

Khusus untuk kepala daerah dan mantan kepala daerahyang tersangkut kasus korupsi, jumlahnya juga tidak sedikit. Dari Medan ada Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang divonis tidak bersalah oleh Pengadilan Tipikor Medan. Saat ini kasus masih dalam proses kasasi di Mahakamah Agung. Kemudian di Mandailing Natal, Bupati Muhammad Hidayat Batubara terjaring dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia didakwa menerima suap dari pengusaha yang menginginkan proyek.

Satu catatan penting dari kasus-kasus ini adalah banyaknya tersangka yang ditetapkan. Penetapan tersangka sebanyak ini jarang sekali dilakukan oleh Kejati Sumut. Sayangnya, dari kasus ini masih ada yang belum ditahan. Hal ini merupakan salah satu penyakit di tubuh penegak hukum.

Ada terdakwa korupsi yang ditahan, ada yang tidak. Kalau begini penanganan korupsi, bagaimana bisa efektif? Kita berharap tahun 2014, perlakuan terhadap semua tersangka korupsi tidak tebang pilih.

Dari hukuman yang diberikan kepada para pejabat, kita pantas miris karena Pengadilan Tipikor masih jauh dari semangat pemberantasan korupsi. Hukuman yang diberikan terlalu sedikit dan tidak menimbulkan efek jera bagi masyarakat untuk melakukan korupsi. Misalnya kenapa terdakwa korupsi Kadis PU Deliserdang Faisal dihukum jadi 12 tahun di Pengadilan Tinggi setelah hanya dihukum 1,5 tahun di Pengadilan Tipikor? Kalau hukuman korupsi rata-rata 12 tahun, maka orang takut untuk korupsi. Kita pun berharap agar penegak hukum lebih tegas, lebih berani dan lebih bernurani dalam menghukum pada terdakwa kasus korupsi.

Korupsi di daerah masih sangat rawan terjadi, apalagi tahun 2014 merupakan tahun politik yang ditandai dengan perhelatan akbar Pemilu Legislatif dan Pilpres. Pelaksanaan Pemilu diperkirakan akan menjadi ladang empuk untuk korupsi. Motif korupsi juga masih menggunakan motif lama yakni politik uang, jual beli suara, serangan fajar atau bagi-bagi duit dan penyelewengan dana kampanye.

Korupsi ini akan marak di daerah luar Jakarta, termasuk Sumut. Disarankan agar pengawasan di daerah dapat dilaksanakan lebih ketat terutama terkait dana kampanye.Masyarakat harus mewaspadai politik uang. Peredaran uang jelang Pemilu 2014 memungkinkan maraknya kasus suap kepada calon pemilih.(*)

Tinggalkan komentar